Rabu, 28 Desember 2011

Pop Up Cafe

Satu lagi model pemasaran yang unik.
Es krim Magnum membuka café. Pelanggan berbondong-bondong datang ingin mencicipi menunya. Bahkan para pelanggan rela antri demi memenuhi rasa penasarannya. Café ini seolah membius para pelanggannya dengan sajian menu yang prestisius dengan kenyamanan yang sangat mendukung.

Konon, program satu-satunya dan yang pertama di dunia. Konsep awal pendirian café ini memang pop up café, muncul tiba-tiba dan tutupnya café pun sudah direncanakan.
Meskipun pelanggannya meningkat tidak membuat program ini berhenti. Hanya saja ada perbedaan pada lama dibukanya café, yang molor dari rencana semula. Awalnya café dibuka selama 3 bulan saja namun dalam perjalanannya dibuka hingga 10 bulan. Rencananya café akan berakhir tanggal 15 Januari 2012.

Inilah uniknya.
Pertama, produknya sudah sangat dikenal. Tanpa membuka café pun magnum akan dicari. Kedua. Meningkatnya jumlah penikmat café tidak menghalangi jalannya program. Padahal, ini sebuah peluang untuk mengembangkan café. Tapi tidak pada program ini. Ketiga, pelanggan dibuat penasaran dengan janji kejutan yang lain, tentu saja belum ada seorang pelanggan pun yang dapat menerkanya.


Sumber :
Sesuai Program, Magnum Cafe Ditutup
http://id.berita.yahoo.com/sesuai-program-magnum-cafe-ditutup-101030646.html

Peretas Beramal



Hampir setiap orang yang ditanya apakah memberikan sumbangan pada kaum lemah itu adalah perbuatan baik, pasti akan menjawab “ya”.

Namun bagaimana jika asal harta yang disumbangkan itu dari hasil perbuatan yang tidak benar? Misalnya mengambil tanpa ijin –entah merampok, mencuri, mengambil dulu baru ijin?, dan lain-lain. Apakah perbuatan semacam ini dapat disebut dengan amal baik? Anda mungkin langsung teringat dengan salah satu film terkenal. Dalam ceritanya disebutkan seorang ksatria yang merampok harta benda milik bangsawan untuk disedekahkan pada kaum dhuafa.

Haruskan hal-hal semacam itu dicontoh? Apakah sudah tidak ada lagi jalan yang lebih ksatria? Sudah habiskah cara berbuat baik dengan cara yang baik? Bagaimana dengan nasib si penerima sumbangan tersebut? Apakah tidak terpikirkan rasa iba memberikan sesuatu yang tidak baik pada orang lemah. Mmmm… atau mungkin tingkah seperti itu sekedar keinginan seseorang atau sekelompok orang  untuk menjajal skill dan power mereka? Menunjukkan kemampuan mereka mendayagunakan teknologi dan memperlihatkan besarnya power mereka untuk menguasai sesuatu. Entahlah.

Tunggu sebentar….  Siapa bilang menunjukkan kebolehan itu salah? Para peretas itu adalah orang-orang cerdas. Para peretas itu adalah manusia yang mempunyai kemampuan, kecerdasan dan kreatifitas yang luar biasa. Bagaimana tidak?! Security yang begitu kuat dan ketat dapat dibobol bahkan dari jarak jauh. Ini sangat luar biasa.

Ada juga yang berpendapat bahwa aksi tersebut tidak sepenuhnya salah. Alasannya, mereka pikir jika tidak dengan cara itu para hartawan tersebut tidak akan memberikan sumbangan.  Jadi, biarkan saja toh hasilnya untuk orang-orang yang tidak mampu atau orang-orang yang membutuhkan.
Wow, seperti itukah?

Mungkin penulis terlalu naïf dan munafik (?!). Jujur, ya seperti itulah. penulis yang satu ini sangatlah “ndeso dan ga gaul”. Tapi orang “ndeso dan ga gaul” pun ada manfaatnya kan? Bahkan lebih banyak bermanfaat. J Apa manfaatnya? Yaitu dapat mengingatkan jika ada hal-hal yang diluar jalur/ norma-norma kebaikan.

Kembali lagi pada pokok persoalan. Peretas adalah orang-orang yang cerdas dan mumpuni di bidang teknologi informasi. Peretas dapat membuat sensasi. Peretas mampu menemukan cara yang lebih bijak untuk berderma.

Sumber :
“ Sejumlah Peretas Komputer Sumbang 1 Juta Dolar Untuk Amal”
VOA Indonesia